0878 8077 4762 [email protected]

Shalat Hari Raya Idul Fitri

Oleh : Sharia Consulting Center
 
Shalat hari raya Idul Fitri hukumnya sunnah muaqqadah. Sebagian ulamanya menyatakan fardhu kifayah, dan sebagian yang lain menyatakan fardhu ain.
Pada saat hari raya Idul Fitri, Nabi Saw mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma — dengan bilangan ganjil: tiga, lima atau tujuh — sebelum pergi melaksanakan shalat ‘Ied. Tetapi pada Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Ibnu Umar selalu bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi Saw, tidak keluar untuk shalat ‘Ied kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi Saw melaksanakan shalat ‘Ied terlebih dahulu, baru berkhutbah. Beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan takbiratul ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud Ra, ia berkata: “Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta ‘ala serta membaca shalawat”.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir. Sedangkan Nabi Saw setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan “Qaf” pada raka’at pertama serta surat “Al-Qamar” di raka’at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat “Al-A’la” pada raka’at pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada raka’at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada raka’at kedua, lalu  membaca Al-Fatihah dan surat.
Setelah selesai, beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Nabi Saw senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda: “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)” (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata :
Bahwasanya Nabi Saw menunaikan shalat ‘Ied dua raka’at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya” (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat ‘Ied itu hanya dua raka’at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari’atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Zakat Fitrah Suami Dibayar Isteri

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya mau menanyakan, apakah hukum-nya jika istri yang membayarkan Zakat fitrah suami karena suami pada saat ini dalam kondisi tidak bekerja, sedangkan si istri berkarir. dimana selama si suami tidak bekerja segala kebutuhan rumah tangga pun di tanggung oleh istri semua. terima kasih
 
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi ajmain. Amma ba’du:
Pada dasarnya yang wajib membayarkan zakat fitrah isteri dan anak adalah suami. Pasalnya suami berkewajiban memberikan nafkah untuk mereka.
Namun dalam kondisi suami tidak mampu untuk membayarkan zakat fitrah mereka, bahkan zakat untuk dirinya sendiri, maka kewajiban tersebut menjadi gugur.
Lalu, apakah sang isteri wajib mengeluarkan untuk dirinya sendiri?
Menurut Imam Malik, seseorang wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya dan untuk isterinya bila ia mampu.
Namun bila tidak mampu dari mana ia keluarkan? Apakah sang isteri wajib mengeluarkan untuk dirinya?
Menurut beliau, sang isteri mengeluarkan untuk dirinya. Kemudian bila isteri juga membayarkan zakat fitrah suaminya, hal itu juga dibenarkan dan diperbolehkan selama atas ijin suami.
Wallahu a’lam Wassalamu’alaikum wr.wb.
Ustad Fauzi Bahreisy

Membayar Fidyah Dengan Uang

Assalaamu’alaikum wr.wb. Menyambung pertanyaan lalu, apakah fidyah boleh dibayar dengan uang tunai? Dan apakah fidyah yang beberapa hari itu boleh diberikan hanya kepada seorang saja? Terimakasih. Mohon jawaban.
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Wa ba’du:
Fidyah wajib dikeluarkan salah satunya apabila seseorang tidak mampu melaksanakan puasa Ramadhan.
Allah berfirman, “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (Al-Baqarah: 184).
Sesuai dengan firman Allah di atas, fidyah dilakukan dengan memberi makan kepada seorang miskin (untuk setiap hari yang ditinggalkan).
Dari sini pula jumhur ulama berpendapat bahwa fidyah harus dengan makanan sesuai dengan redaksi ayatnya.
Namun kalangan Hanafi membolehkan diganti dengan uang senilai fidyah tersebut.
Menurut kami, jika Anda ingin berhati-hati, bisa mengambil pendapat jumhur yang mengharuskan fidyah dengan makanan.
Namun Anda juga boleh mengambil pendapat kalangan Hanafi jika dipandang memberikan manfaat dan maslahat.
Lalu terkait dengan pemberian fidyah tersebut, apakah boleh fidyah beberapa hari diberikan hanya kepada seorang fakir atau seorang miskin?.
Dalam hal ini kalangan Syafii, Hambali, dan Maliki berpandangan bahwa hal tersebut boleh.
Fidyah untuk beberapa hari bisa diberikan sekaligus, bisa secara bertahap, bisa kepada sejumlah fakir miskin, dan bisa pula kepada seorang fakir.
Wallahu a’lam Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustad Fauzi Bahreisy

Takbiran Idul Fitri

Oleh : Sharia Consulting Center
 
Takbiran pada Idul Fithri merupakan bentuk taqarrub kepada Allah Swt tang sangat dianjurkan, sebagai rasa syukur atas nikmat dan petunjuk yang diberikan oleh Allah Swt. kepada kita, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS al-Baqarah 185).
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Artinya: ”Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang” (QS al-Baqarah 203).
كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: ”Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS al-Haj 37).
Takbiran merupakan syiar Islam yang harus dipelihara dan diagungkan. Firman Allah:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Artinya: ”Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS al-Hajj 32).
Adab Takbiran
Karena takbiran merupakan taqarrub pada Allah Swt, maka harus dilakukan dengan memperhatikan adab-adab berikut:
1. Ikhlas
Takbiran dimaksud untuk menghayati makna takbir. Yaitu mengagungkan asma Allah, meningkatkan rasa takut, dan mencari ridha-Nya. Allah Swt. berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Artinya: ”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)” (QS an-Nazi’aat 40-41).
2. Khidmat
Takbiran hendaknya dilakukan dengan penuh khidmat, sopan, dan tawadlu’. Allah Swt berfirman:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ. إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ
Artinya: ”Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud” (QS al-Araaf 205-206).
3. Menjauhi Maksiat
Takbiran merupakan sebuah ketaatan oleh karenanya harus dipisahkan dan dihindarkan dari kemaksiatan. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ
Artinya: ”Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil” (QS al-Baqarah 42).
4. Tidak Hura-Hura
Takbiran harus dijauhkan dari hura-hura, berlebih-lebihan dan pemborosan, sehingga nilai ibadah dan taqarrubnya dapat dirasakan oleh umat Islam. Allah Swt berfirman ketika menyebutkan sifat orang beriman:
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
Artinya: ”Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (QS al-Mu’minuun 3).
Lafaz Takbiran
Riwayat Abdur Razzak dari Salman dengan sanadnya yang shahih, berkata: “Bertakbirlah:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر كبيرا
Dari Umar dan Ibnu Mas’ud:
الله أكبر الله أكبر لاإله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Menurut madzhab Maliki dan Syafii: “Allahu akbar 3x
Lafazh takbir boleh  ditambah dengan lafaz lain.
Waktu Takbiran 
Menurut pendapat yang kuat dari jumhur ulama, takbiran Idul Fithri dapat dimulai ketika hendak pergi menuju shalat Ied sampai imam mulai khutbah. Tetapi pendapat lain membolehkan dari mulai terbenam matahari sampai imam mulai khutbah.
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Mesin Pencuci Dosa

Oleh : M. Lili Nur Aulia
 
Hampir setiap rumah kita punya alat atau mesin cuci untuk pakaian, bukankah Begitu?
Karena itu, tidak ada salahnya sama sekali kalau di rumah kita ada mesin pencuci dosa-dosa.
Jangan kaget, mesin cuci dosa ini bisa berupa kotak celengan kecil yang Anda masukkan kedalamnya sedikit uang setiap kali Anda mengumpat atau memfitnah seseorang dari kaum muslimin, atau melalaikan kasih sayang Anda, atau setiap kali Anda lalai atau terlewatkan dari shalat berjamaah.
Mesin pencuci dosa ini ada di lokasi yang nampak di rumah, di tempat yang bisa dijangkau siapapun. Tutup mesin pencuci dosa tersebut dan jangan dibukakecuali pada malam hari raya idul fitri.
Siapa saja yang ada di dalam rumah, setiap kali melakukan dosa, memasukkan beberapa lembar uang receh ke dalamnya.
Siapa yang melihat wanita yang tidak halal baginya di televisi atau di jalan memasukkan uang, sedikit atau banyak, ke dalam mesin pencuci dosa (kotak celengan).
Siapa yang tidak menyelesaikan wirid Al-Quran yang telah ditetapkan untuk dirinya sendiri juga memasukkan uang ke dalamnya, demikian seterusnya.
Sampai datang akhir malam bulan Ramadhan, bukalah kotak tersebut dan keluarkan isinya, kemudian sedekahkan kepada orang-orang fakir dan miskin.
Dari Anas bin Malik ra dia berkata, ada yang bertanya kepada Rasulullah saw, “Sedekah apa yang paling utama?” Rasulullah menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan.” (HR. Baihaqi)
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR. Muslim)
At Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,
Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api.”
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda,
Orang yang dermawan dan murah hati itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka. Orang yang bakhil dan pelit itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan neraka.” (HR. Tirmidzi)
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, M. Lili Nur Aulia

Adab dan Doa Safar (Berpergian)

Oleh : Sharia Consulting Center
 
Adab Safar
Apabila seorang muslim hendak melakukan safar / perjalanan mudik maka hendaknya memperhatikan adab-adab safar berikut ini:
1. Jika terdiri dari dua orang atau lebih, maka harus diangkat seorang ketua rombongan.
2. Sebelum berangkat dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rakaat.
3. Berdoalah kepada Allah untuk memohon keselamatan dirinya, keluarga yang ditinggal dan kaum muslimin, seperti:
اللَّهُمَّ بِكَ أسْتَعِينُ وَعَلَيْكَ أتَوَكَّلُ؛ اللَّهُمَّ ذَلِّلْ لي صعُوبَةَ أمْرِي، وَسَهِّلْ عَليَّ مَشَقَّةَ سَفَرِي، وَارْزُقْنِي مِنَ الخَيْرِ أكْثَرَ مِمَّا أطْلُبُ، وَاصْرِفْ عَنِّي كُلَّ شَرٍّ. رَبّ اشْرَحْ لي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أمْرِي، اللَّهُمَّ إني أسْتَحْفِظُكَ وأسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِينِي وأهْلِي وأقارِبي وكُلَّ ما أنْعَمْتَ عَليَّ وَعَليْهِمْ بِهِ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيا، فاحْفَظْنَا أجمعَينَ مِنْ كُلّ سُوءٍ يا كَرِيمُ.
Ya Allah, kepada-Mu aku memohon dan bertawakkal, ya Allah mudahkan urusanku, gampangkan kesusahan safarku, berilah rezeki padaku berupa kebaikan yang lebih banyak dari yang aku minta, jauhkan dariku segala keburukan. Ya Rabb lapangkan dadaku, mudahkan urusanku. Ya Allah aku memohon perlindungan-Mu, dan menitipkan diriku, agamaku, keluargaku, kerabatku dan nikmat yang telah Engkau berikan padaku dan pada mereka dalam hal akhirat dan dunia, dan jagalah kami semua dari setiap keburukan ya Karim.”
Memberi wasiat (nasehat) dan meminta wasiat, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw  dan para sahabatnya. Dikatakan  Ibnu Umar pada Qoz’ah: ”Kemarilah saya akan melepasmu sebagaimana Rasulullah Saw  melepasku (saat akan bepergian):
“أسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وأمانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ”.
Saya titipkan pada Allah dinmu, amanatmu, dan akhir amalmu (HR Abu Dawud).
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, datang seseorang kepada Nabi SAW  dan berkata:
Wahai Rasulullah Saw saya akan bepergian, maka bekalilah saya! Rasulullah Saw  bersabda: Semoga Allah membekali engkau dengan taqwa. Tambahlah!. Semoga Allah mengampuni dosamu. Tambahlah!. Semoga Allah memudahkanmu dimana saja engkau berada.”
4. Saat dalam perjalanan harus menjaga shalatnya, memberi hak tubuh untuk istirahat, tidak membebani kendaraan melebihi kapasitas dan mematuhi peraturan lalu lintas.
5. Menggunakan waktunya pada sesuatu yang baik dan bermanfaat, seperti memperbanyak dzikir dan doa, membaca al-Quran, membaca buku, tafakur alam, mendengarkan nasyid (lagu-lagu Islami) dan lain-lain.
6. Jangan melakukan kemaksiatan, dan mengupayakan agar suasana di kendaraan menjadi Islami, dengan tidak berkata kasar dan sabar saat perjalanan serta memberi salam.
Doa Safar
Doa Keluar Rumah
بِسْمِ الله تَوَكّلْتُ عَلَى الله، لا حَوْلَ وَلا قُوّةَ إِلاّ بالله
Artinya: ”Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”.
Do’a Naik Kendaraan dan Safar
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ . اللَّهُمَّ إنَّا نَسألُكَ فِي سفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنْ العَمَلِ ما تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوّنْ عَلَيْنا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنّا بُعْدَهُ. اللَّهُمَّ أنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالخَلِيفَةُ في الأهْلِ. اللَّهُمَّ إني أعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثاءِ السَّفَرِ وكآبَةِ المَنْظَرِ وَسُوءِ المُنْقَلَبِ في المَالِ والأهْلِ. وإذا رَجع قالهنّ وزاد فيهنّ: آيِبُونَ تائبُونَ عابدُونَ لرَبِّنَا حامِدُون”
Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam safar ini kebaikan dan ketaqwaan, dan dari amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan safar kami, dan pendekkan jauhnya perjalanan. Ya Allah Engkau teman dalam safar dan pemimpin keluarga. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari susahnya safar, kesedihan dan buruknya kesudahan pada harta dan keluarga. Jika akan pulang maka baca do’a serupa dan ditambah: ”Kami kembali, bertaubat, beribadah dan memuji kepada Allah”.
Ketika kendaraan yang dinaiki adalah kapal laut, maka membaca do’a:
بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ(41)
Artinya: ”Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ(67)
Artinya:” Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan (QS Az-Zumaar : 69)
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center