0878 8077 4762 [email protected]

Mengakhiri Ramadhan dengan Menunaikan Zakat Fitrah

Perintah menunaikan zakat fitrah terdapat dalam hadis. Dari Ibnu Abbas RA, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.
Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat id, maka itu adalah zakat yang diterima (oleh Allah); dan siapa saja yang mengeluarkannya sesuai shalat id, maka itu adalah sedekah biasa (bukan zakat fitrah).” (Hasan: Shahihul Ibnu Majah).
Berdasarkan hadis tersebut, zakat fitrah dikeluarkan oleh siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang dewasa atau anak-anak yang menjadi tanggungan.
Dan batas akhir menyerahkan zakat fitrah adalah sebelum shalat id. Apabila melewati waktu tersebut hanya dihitung sedekah. Dan kita melewatkan kewajiban kita dan keluarga yang ditanggung.
Besar zakat fitrah disebutkan dalam hadis berikut:
Rasulullah SAW telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar itu dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat Idul Fitri.” (HR Bukhori Muslim).
Di Indonesia pembayaran 1 sha’ zakat fitrah disepakati setara dengan 2,5 kilogram beras. Jika harga beras perkilogram adalah Rp 10.000 kualitas standar. Adapun kualitas bagus bisa Rp. 15.000 – Rp. 20.000).
Maka harga 2,5 kg beras x Rp. 10.000 adalah Rp 25.000 untuk zakat fitrah berupa uang tunai. Bisa pula dibayarkan dengan beras, gandum atau bahan pokok lain.
Adapun kita bisa menyalurkan zakat lewat masjid – mushola yang ada panitia zakat, atau langsung ke tetangga dekat atau menyalurkannya melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) terpercaya.
Mengeluarkan zakat fitrah di akhir ramadhan hendaklah ditunaikan dengan ihsan. Mereka yang membayar zakat benar-benar harus memahami hikmah yang terkandung dari kewajiban zakat fitrah.
Jangan sampai ada yang merasa ini hanyalah sebuah kebiasaan atau tradisi yang selalu berulang menjelang hari raya.
Hendaknya kita merasakan dengan hati mendalam bahwa inilah kesempatan emas bagi kita untuk menebus kelalaian-kelalaian kita saat berpuasa di hari-hari sebelumnya, sekaligus sarana berbagi kebahagiaan di hari raya Idul Fitri.
Dengan pemahaman yang baik tentang zakat fitrah, maka insya Allah kita akan menjalankan benar-benar dengan keikhlasan, dan juga tepat pada waktunya sesuai yang disyariatkan Islam.

Lupa Bayar Zakat Fitrah

Assalamualaikum wr.wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana bila lupa membayar zakat fitrah di malam takbiran. Dan baru ingat setelah idul fitri lewat dua hari. Kapan waktu yang tepat untuk meng-qodhonya ? Terima kasih atas jawabannya. Wassalamualaikum wr.wb
 
 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Asshalatu was-salamu ala Nabiyyina Muhammadin wa ala alihi wa shahbihi ajmain. Amma ba’du:
Perlu diketahui bahwa zakat fithrah wajib ditunaikan sebelum pelaksanaan shalat Iedul Fithri.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw, “Beliau menyuruh untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk shalat Ied.” (HR Bukhari dan Muslim).
Karena itu, tidak boleh disengaja mengeluarkannya sesudah shalat Ied. Siapa yang dengan sengaja mengeluarkan sesudah shalat, maka tidak lagi terhitung sebagai zakat fitri; tetapi terhitung sebagai sedekah biasa.
Rasul saw bersabda, “Siapa yang menunaikannya (zakat fitrah) sebelum shalat Iedul Fitri, ia adalah zakat yang diterima. Sementara, siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat (Ied), maka ia terhitung sebagai sedekah.” (HR Abu Daud, Ibn Majah, dan ad-Daraquthni, al-Hakim, dan al-Bayhaqi).
Sementara orang yang terlupa seperti kasus Anda, maka insya Allah dimaafkan dan diampuni.
Namun demikian kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitrahnya tidak gugur. Zakat fitrah tersebut tetap harus ditunaikan ketika ingat.
Semoga Allah menerima amal ibadah Anda dan kita semua. Amin. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ust Fauzi Bahreisy

Membayar Fidyah Dengan Uang

Assalaamu’alaikum wr.wb. Menyambung pertanyaan lalu, apakah fidyah boleh dibayar dengan uang tunai? Dan apakah fidyah yang beberapa hari itu boleh diberikan hanya kepada seorang saja? Terimakasih. Mohon jawaban.
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Wa ba’du:
Fidyah wajib dikeluarkan salah satunya apabila seseorang tidak mampu melaksanakan puasa Ramadhan.
Allah berfirman, “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (Al-Baqarah: 184).
Sesuai dengan firman Allah di atas, fidyah dilakukan dengan memberi makan kepada seorang miskin (untuk setiap hari yang ditinggalkan).
Dari sini pula jumhur ulama berpendapat bahwa fidyah harus dengan makanan sesuai dengan redaksi ayatnya.
Namun kalangan Hanafi membolehkan diganti dengan uang senilai fidyah tersebut.
Menurut kami, jika Anda ingin berhati-hati, bisa mengambil pendapat jumhur yang mengharuskan fidyah dengan makanan.
Namun Anda juga boleh mengambil pendapat kalangan Hanafi jika dipandang memberikan manfaat dan maslahat.
Lalu terkait dengan pemberian fidyah tersebut, apakah boleh fidyah beberapa hari diberikan hanya kepada seorang fakir atau seorang miskin?.
Dalam hal ini kalangan Syafii, Hambali, dan Maliki berpandangan bahwa hal tersebut boleh.
Fidyah untuk beberapa hari bisa diberikan sekaligus, bisa secara bertahap, bisa kepada sejumlah fakir miskin, dan bisa pula kepada seorang fakir.
Wallahu a’lam Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustad Fauzi Bahreisy

Zakat Fitrah

Oleh : Sharia Consulting Center
 
Definisi
Zakat Fitrah adalah zakat yang disyariatkan dengan berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori shaum, dan santunan yang mencukupi fakir-miskin di hari raya Fitri.
Landasan Hukum
Hadits Rasulullah Saw.:
عن ابن عمر ض قال : فرض رسول الله صلى الله عليه  وسلم زكاة الفطر صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين وأمر بها أن تؤدي بها قبل خروج الناس إلى الصلاة {متفق عليه }
Dari Ibnu Umar ra berkata: “Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah, satu sha kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari umat Islam, dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk sholat (‘Ied)” (Mutafaqun alaihi).
Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah disyariatkan seiring dengan disyariatkannya shaum Ramadhan pada tahun kedua hijriyah. Status hukumnya pun sama. Yaitu wajib.
Adapun yang dikenai kewajiban adalah setiap muslim/muslimah, baik kaya maupun miskin, aqil baligh maupun tidak, jika yang bersangkutan masih hidup walaupun sesaat pada malam hari raya Fitri, serta mempunyai kelebihan dari kebutuhan primernya untuk sehari semalam Idul Fithri.
Hikmah Zakat Fitrah
Termasuk kebutuhan primer adalah makan, pengobatan yang sakit, kiswatul Ied (pakaian hari raya) jika memang perlu ganti pakaian, juga untuk membayar utang yang tidak dapat ditangguhkan lagi. Bagi yang mempunyai tanggungan wajib mengeluarkan zakat fithrah bagi orang yang dibawah tanggungannya, kecuali orang yang dibawah tanggungannya mampu untuk mengeluarkan sendiri. Maka, status hukumnya menjadi anjuran.
Pihak yang Berhak Menerima (Sasaran) Zakat Fitrah 
Sebagaimana zakat yang lain mereka yang berhak mendapatkan (masharif) zakat fitrah ada 8 (delapan) kelompok, sesuai dengan firman Allah:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ(60)
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS At-Taubah 60) .
Namun demikian, lebih diutamakan atau diprioritaskan untuk fakir-miskin, supaya mereka dapat merasakan kegembiraan di hari raya. Rasulullah Saw  bersabda:
“فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصيام من اللغو والرفث وطعمة للمساكين،
Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih orang yang berpuasa dari kesalahan dan kerusakan, serta sebagai makanan untuk orang miskin” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Ketentuan Zakat Fitrah
1. Besar  sha’ menurut ukuran sekarang adalah 2176 gram (2,2 Kg). Boleh dan dipandang baik (mustahab) memberi tambahan dari kadar tersebut, jika dimaksudkan untuk kehati-hatian (ikhtiyat) mengenai ekuivalen sha dengan kilogram dan menunjang santunan kepada fakir miskin agar lebih mencukupi dan efektif.
2. Boleh mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang jika lebih bernilai guna bagi fakir miskin penerimanya, terlepas apakah lebih memudahkan bagi pihak pembayar zakat atau tidak. Sebagaimana difatwakan oleh para ulama mazhab Hanafi dan ulama modern, juga diriwayatkan dari Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz.
3. Untuk kembali ke ashalah dan khuruj anil khilaf (keluar dari khilaf) sangat ditekankan mengeluarkan zakat fithrah dalam bentuk qut (bahan makanan pokok, beras) dan sedapat mungkin dengan kualitas yang terbaik.
4. Sebaiknya zakat fitrah sudah dikeluarkan/dikumpulkan dua hari sebelum hari raya, sebagaimana yang dilakukan sebagian sahabat, di antaranya Ibnu Umar ra. Hal ini jelas akan menunjang realisasi Ighnaul masakin (memberikan kecukupan kepada kaum miskin) pada hari Idul Fithri dan melancarkan penanganannya.
5. Boleh mengeluarkan zakat di-tajil (dipercepat) sejak awal-awal Ramadhan, dan masih boleh/sah mengeluarkannya bada shubuh hari raya, tapi sebelum usai shalat Ied. Jika sesudahnya, maka kedudukannya bergeser dari zakat fithrah yang fardhu menjadi shadaqah sunnah. Ha ini berdasarkan hadits berikut:
فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ *
”Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang sah, dan barangsiapa membayarnya setelah shalat maka itu adalah sedekah sunnah” (HR Ibnu Majah).
6. Sejalan dengan ketentuan nomor 5, ketika terjadi perbedaan dalam penanggalan akhir Ramadhan atau 1 Syawal, maka yang jadi pertimbangan sah-tidaknya zakat fithrah yang dikeluarkan adalah sesuai dengan penanggalan yang dianut/dipilih muzaki. Yang bersangkutan dapat mengeluarkannya sendiri kepada para mustahiqin, atau mewakilkannya kepada suatu panitia sebagai amanah, baik penerimanya berlebaran pada hari yang sama dengan muzaki ataupun berbeda. Hal itu agar tujuan tumatul lil masakin atau menyantuni fakir-miskin tetap tercapai.
Memang patut mempertimbangkan kesamaan hari raya agar sesuai perintah Rasul saw : Buatlah mereka tidak meminta-minta pada hari ini. Kesamaan waktu hari raya adalah afdhal. Jika berbeda, dikhawatirkan tidak ada para mustahiqin di sekitarnya, sehingga zakat jadi terlantar.
7. Sejalan dengan hal tersebut, maka bagi suatu panitia zakat fithrah yang berhari raya lebih dahulu dari sebagian masyarakat, dapat melakukan hal-hal berikut:
Pertama: Tidak menerima zakat fithrah setelah panitia ini melaksanakan shalat Ied, jika dapat memberikan penjelasan tanpa mengundang fitnah dengan mereka/masyarakat sekitar.
Kedua: Zakat fithrah harus sudah diterima oleh mustahiq atau wakilnya (bukan amil zakat) sebelum shalat Ied. Adapun penyerahan dari wakil kepada mustahiq tidak diharuskan sebelum shalat Ied.
 
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

Bagaimana Menghitung Zakat Tabungan dan Perhiasan Emas?

Assalamualaikum, wr, wb. Nama saya Yanti, karyawan swasta dan sudah menikah. Saya bersama kakak saya patungan membeli rumah untuk orang tua dan untuk sementara ini saya dan orang tua yang menempati rumah tersebut, saya juga punya tabungan serta perhiasan emas. Bagaimanakah cara penghitungan zakat mal yg harus saya keluarkan? Atas perhatian dan jawabannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr wb
 
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin wash-shalatu wassalamu ala Asyrafil Anbiya’ wal Mursalin. wa ba’du:
Rumah yang Anda tempati tidak terkena zakat. Rumah yang dizakati adalah rumah yang diperjualbelikan. Itupun dengan syarat tertentu. Yang mungkin terkena zakat dari harta Anda adalah tabungan dan perhiasan emas.
Tabungan atau simpanan termasuk yang harus dikeluarkan zakatnya jika jumlahnya telah mencapai nishab sebagaimana yang telah ditentukan dan mencapai haul (satu tahun).
Adapun aturan zakat tersebut menurut fuqoha diqiyaskan (analogikan) kepada zakat emas dan perak. Dalam hal ini jika seseorang memiliki uang tunai, tabungan, maupun deposito yang jumlahnya mencapai harga emas seberat 85 gram, dan telah berlalu satu tahun dari waktu kepemilikannya (berlalu satu haul) maka ia wajib untuk mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5% setiap tahunnya.
Hal yang sama berlaku pada emas atau perhiasan emas ketika jumlahnya mencapai 85 gram dan sudah dimiliki setahun dengan kadar 2,5%.
Apakah boleh uang simpanan digabung dengan emas?
Uang dan emas adalah dua jenis harta yang berbeda apalagi pada masa sekarang ini. Karena itu, keduanya tidak bisa disatukan dalam perhitungan zakat. Kondisinya dapat disamakan dengan sapi yang tidak bisa disatukan atau digabung dengan kambing dalam perhitungan zakatnya. Masing-masing dihitung sendiri-sendiri dan memiliki ketentuan yang berbeda. Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr. wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini